Langit sudah semakin jingga, cahaya di sekitarku perlahan memudar, dan
sayup2 tilawah tape recorder mulai bersahutan menggiring adzan maghrib.
aku masih terpojok kaku disini,di dalam angkot mungil yg dijejali oleh belasan orang. Pengap,panas,sesak,lembab,dan ... muak.Saraf nosiseptifku pun mulai berteriak teriak,menyicil rasa nyeri yang menjalari seluruh tubuhku yg terjepit.
Berusaha keras bergerak,percuma.akhirnya ak hanya terus berkonsentrasi menahan rasa nyeri ini,yg semakin ditahan semakin menjadi jadi.
Di tengah konsentrasiku datanglah seorang wanita paruh baya,berpakaian kacau dan usang,kepalanya terlindung topi yg sekaligus menutupi matanya,tangan kirinya membopong selendang yg membungkus rapat seorang bayi mungil.tangan kanannya menengadah pada kami,para penumpang angkot.dengan memelas,ia memohon belas kasihan berupa recehan.sekian lama,tak satupun yg menggubrisnya.kami sudah terlalu repot menaruh tubuh masing2 didalam sini,bergerak saja tdk bs,apalagi harus merogoh recehan mungil yang entah dimana,tentu sulit.
Di samping wanita itu,seorang bocah laki2 bergumam tanpa arti.bocah itu cacat matanya,tak mampu dibuka.hanya berkedip2 sedikit dan bola matanya terlihat putih semua.
Tangan si bocah,memegang erat kain lusuh yang membalut tubuh si wanita,dan kuduga mereka adalah sepasang ibu dan anak.
Sang ibu tak menyerah memohon kepada kami,sampai akhirnya seorang pemuda angkat bicara dan menolaknya dg sopan.
Tolakan si pemuda,menggerakkan kaki si wanita untuk juga bertolak menjauhi kami.
Aku tak lepas memperhatikan wanita itu,juga sang bocah lelaki yang mengikuti di belakangnya. Mereka memprihatinkan.
Sejenak,aku mulai bosan dan jengah berjubel menyakitkan didalam mobil tua ini.Penumpang lain pun telah penuh emosi dan keringat,tapi angkot tak juga berangkat.
Si bapak sopir masih bercengkrama dengan dengan rokoknya.dan aku hanya bs menarik nafas panjang.
Jengkel melihat sopir itu,aku berpaling dengan kesal.kulempar pandanganku menuju si ibu paruh baya dan anaknya.
Betapa beruntungnya aku ini,pikirku.
Sang ibu terlihat gontai dan payah,kakinya sedikit pincang.ia terduduk di pinggir jalan,seraya membetulkan gendongan si bayi dengan gerakan yang agak kasar.gerakan kasar itu,kuduga akan membuat si bayi terbangun.namun tidak,ternyata. Mungkin bayi itu juga luar biasa lelah.
tak lama kemudian,kulihat sang ibu berdiri meregangkan badan,lalu berjalan tegap.ya,berjalan tegap,tdk pincang.aku tersenyum,pastilah istirahat sejenak di pinggir jalan itu memulihkan kakinya yg mungkin hanya lelah.
Sang wanita terlihat sendirian,aku melayangkan pandangan mencari anaknya,si bocah lelaki cacat itu.
Anak itu ternyata berada jauh dr si ibu,ia bermain dan berlarian.dengan mata yg normal.hitam putih bulat.mata yg normal.
Dahiku mulai mengernyit.
Sejurus setelahnya,angkot lain datang dr kejauhan.
"Le!" teriak si ibu memanggil bocah lelaki itu. Bocah lelaki pun berlari menuju si ibu.sehabis memarahi anak itu sejenak, si ibu berjalan menuju angkot yg baru saja datang, dengan kakinya yang tiba2 pincang lagi .diikuti oleh si anak,yg sejenak membetulkan posisi matanya, sehingga terlihatlah matanya kembali cacat,serupa saat mereka menyambangkli angkot yang aku tumpangi.
Mereka berjalan kulihat berjalan penuh penderitaan, dan juga penuh kebohongan.
Bocah sekecil itu,begitu mahir dalam memainkan perannya.sungguh biadab akhlak para juragan pengemis itu.bahkan aku dengar,kabarnya bayi2 pengemis adalah bayi sewaan yg telah dicekoki miras agar tdk menangis berjam jam,bahkan seharian.
Kadang bertahan hidup perlu strategi.tetapi,strategi yg kotor tak akan mempertahankan hidup.krn rezeki dan barakah adalah ibarat lampu dan listrik.lampu tak akan menerangi tanpa listrik.dan listrik tak mampu memberi penerangan tanpa lampu.
Dan sekali lagi,aku perpikir,betapa beruntungnya aku,lahir dan besar dalam lingkungan yg melindungiku.
sayup2 tilawah tape recorder mulai bersahutan menggiring adzan maghrib.
aku masih terpojok kaku disini,di dalam angkot mungil yg dijejali oleh belasan orang. Pengap,panas,sesak,lembab,dan ... muak.Saraf nosiseptifku pun mulai berteriak teriak,menyicil rasa nyeri yang menjalari seluruh tubuhku yg terjepit.
Berusaha keras bergerak,percuma.akhirnya ak hanya terus berkonsentrasi menahan rasa nyeri ini,yg semakin ditahan semakin menjadi jadi.
Di tengah konsentrasiku datanglah seorang wanita paruh baya,berpakaian kacau dan usang,kepalanya terlindung topi yg sekaligus menutupi matanya,tangan kirinya membopong selendang yg membungkus rapat seorang bayi mungil.tangan kanannya menengadah pada kami,para penumpang angkot.dengan memelas,ia memohon belas kasihan berupa recehan.sekian lama,tak satupun yg menggubrisnya.kami sudah terlalu repot menaruh tubuh masing2 didalam sini,bergerak saja tdk bs,apalagi harus merogoh recehan mungil yang entah dimana,tentu sulit.
Di samping wanita itu,seorang bocah laki2 bergumam tanpa arti.bocah itu cacat matanya,tak mampu dibuka.hanya berkedip2 sedikit dan bola matanya terlihat putih semua.
Tangan si bocah,memegang erat kain lusuh yang membalut tubuh si wanita,dan kuduga mereka adalah sepasang ibu dan anak.
Sang ibu tak menyerah memohon kepada kami,sampai akhirnya seorang pemuda angkat bicara dan menolaknya dg sopan.
Tolakan si pemuda,menggerakkan kaki si wanita untuk juga bertolak menjauhi kami.
Aku tak lepas memperhatikan wanita itu,juga sang bocah lelaki yang mengikuti di belakangnya. Mereka memprihatinkan.
Sejenak,aku mulai bosan dan jengah berjubel menyakitkan didalam mobil tua ini.Penumpang lain pun telah penuh emosi dan keringat,tapi angkot tak juga berangkat.
Si bapak sopir masih bercengkrama dengan dengan rokoknya.dan aku hanya bs menarik nafas panjang.
Jengkel melihat sopir itu,aku berpaling dengan kesal.kulempar pandanganku menuju si ibu paruh baya dan anaknya.
Betapa beruntungnya aku ini,pikirku.
Sang ibu terlihat gontai dan payah,kakinya sedikit pincang.ia terduduk di pinggir jalan,seraya membetulkan gendongan si bayi dengan gerakan yang agak kasar.gerakan kasar itu,kuduga akan membuat si bayi terbangun.namun tidak,ternyata. Mungkin bayi itu juga luar biasa lelah.
tak lama kemudian,kulihat sang ibu berdiri meregangkan badan,lalu berjalan tegap.ya,berjalan tegap,tdk pincang.aku tersenyum,pastilah istirahat sejenak di pinggir jalan itu memulihkan kakinya yg mungkin hanya lelah.
Sang wanita terlihat sendirian,aku melayangkan pandangan mencari anaknya,si bocah lelaki cacat itu.
Anak itu ternyata berada jauh dr si ibu,ia bermain dan berlarian.dengan mata yg normal.hitam putih bulat.mata yg normal.
Dahiku mulai mengernyit.
Sejurus setelahnya,angkot lain datang dr kejauhan.
"Le!" teriak si ibu memanggil bocah lelaki itu. Bocah lelaki pun berlari menuju si ibu.sehabis memarahi anak itu sejenak, si ibu berjalan menuju angkot yg baru saja datang, dengan kakinya yang tiba2 pincang lagi .diikuti oleh si anak,yg sejenak membetulkan posisi matanya, sehingga terlihatlah matanya kembali cacat,serupa saat mereka menyambangkli angkot yang aku tumpangi.
Mereka berjalan kulihat berjalan penuh penderitaan, dan juga penuh kebohongan.
Bocah sekecil itu,begitu mahir dalam memainkan perannya.sungguh biadab akhlak para juragan pengemis itu.bahkan aku dengar,kabarnya bayi2 pengemis adalah bayi sewaan yg telah dicekoki miras agar tdk menangis berjam jam,bahkan seharian.
Kadang bertahan hidup perlu strategi.tetapi,strategi yg kotor tak akan mempertahankan hidup.krn rezeki dan barakah adalah ibarat lampu dan listrik.lampu tak akan menerangi tanpa listrik.dan listrik tak mampu memberi penerangan tanpa lampu.
Dan sekali lagi,aku perpikir,betapa beruntungnya aku,lahir dan besar dalam lingkungan yg melindungiku.
Comments
Post a Comment